9.2 manajemen terpadu balita sakit

9.2 ANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT( MTBS)

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Konsep pendekatan MTBS yang pertama kali diperkenalkan oleh WHO merupakan suatu bentuk strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang.



Pendekatan MTBS di Indonesia pada awalnya dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll). Upaya ini tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita di Indonesia. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa konseling) dan upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit-penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita.

Strategi MTBS memliliki 3 komponen khas yang menguntungkan, yaitu:

Komponen I: Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit (selain dokter, petugas kesehatan non-dokter dapat pula memeriksa dan menangani pasien asalkan sudah dilatih).
Komponen II: Memperbaiki sistem kesehatan (utamanya di tingkat kabupaten/kota).
Komponen III: Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat), yang dikenal sebagai 'MTBS berbasis Masyarakat.'



Sejarah Penerapan MTBS di Indonesia

Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996. Pada tahun 1997 Depkes RI bekerjasama dengan WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO. Modul tersebut digunakan dalam pelatihan pada bulan November 1997 dengan pelatih dari SEARO. Sejak itu penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap dan up-date modul MTBS dilakukan secara berkala sesuai perkembangan program kesehatan di Depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI.


Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh Puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab: belum adanya tenaga kesehatan di Puskesmasnya yang sudah terlatih MTBS, sudah ada tenaga kesehatan terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum adanya komitmen dari Pimpinan Puskesmas, dll. Menurut data laporan rutin yang dihimpun dari Dinas Kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah Puskesmas yang melaksanakan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55%. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS bila memenuhi kriteria sudah melaksanakan (melakukan pendekatan memakai MTBS) pada minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di Puskesmas tersebut.



Latar Belakang Perlunya Penerapan MTBS di Indonesia

Menurut data hasil Survei yang dilakukan sejak tahun 1990-an hingga saat ini (SKRT 1991, 1995, SDKI 2003 dan 2007), penyakit/masalah kesehatan yang banyak menyerang bayi dan anak balita masih berkisar pada penyakit/masalah yang kurang-lebih sama yaitu gangguan perinatal, penyakit-penyakit infeksi dan masalah kekurangan gizi.



Penyebab kematian neonatal (bayi berusia 0-28 hari) menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.



Tabel proporsi penyebab kematian neonatal di Indonesia tahun 2007

Sumber: Badan Litbangkes, Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007



Sedangkan penyebab kematian bayi dan anak balita menurut Riskesdas 2007, pada kelompok bayi (29 hari - 11 bulan) dan kelompok anak balita (12 bulan - 59 bulan) ada dua penyebab kematian tersering yaitu diare dan pneumonia. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.





Tabel proporsi penyebab kematian bayi dan anak balita di Indonesia tahun 2007

Sumber: Badan Litbangkes, Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007



Penyakit-penyakit penyebab kematian tersebut pada umumnya dapat ditangani di tingkat Rumah Sakit, namun masih sulit untuk tingkat Puskesmas. Hal ini disebabkan antara lain karena masih minimnya sarana/peralatan diagnostik dan obat-obatan di tingkat Puskesmas terutama Puskesmas di daerah terpencil yang tanpa fasilitas perawatan, selain itu seringkali Puskesmas tidak memiliki tenaga dokter yang siap di tempat setiap saat. Padahal, Puskesmas merupakan ujung tombak fasilitas kesehatan yang paling diandalkan di tingkat kecamatan. Kenyataan lain di banyak provinsi, keberadaan Rumah Sakit pada umumnya hanya ada sampai tingkat kabupaten/kota sedangkan masyarakat Indonesia banyak tinggal di pedesaan.



Berdasarkan kenyataan (permasalahan) di atas, pendekatan MTBS dapat menjadi solusi yang jitu apabila diterapkan dengan benar (ketiga komponen diterapkan dengan maksimal). Pada sebagian besar balita sakit yang dibawa berobat ke Puskesmas, keluhan tunggal jarang terjadi. Menurut data WHO, tiga dari empat balita sakit seringkali memiliki beberapa keluhan lain yang menyertai dan sedikitnya menderita 1 dari 5 penyakit tersering pada balita yang menjadi fokus MTBS. Hal ini dapat diakomodir oleh MTBS karena dalam setiap pemeriksaan MTBS, semua aspek/kondisi yang sering menyebabkan keluhan anak akan ditanyakan dan diperiksa.



Menurut laporan Bank Dunia (1993), MTBS merupakan jenis intervensi yang paling cost effective yang memberikan dampak terbesar pada beban penyakit secara global. Bila Puskesmas menerapkan MTBS berarti turut membantu dalam upaya pemerataan pelayanan kesehatan dan membuka akses bagi seluruh lapisan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang terpadu. Oleh karena itu, bila anda membawa anak balita berobat ke Puskesmas, tanyakanlah apakah tersedia pelayanan MTBS di Puskesmas itu? bila ada, mintalah dilayani memakai pendekatan MTBS.

Bagaimana cara menatalaksana balita sakit dengan pendekatan MTBS?

Berikut ini gambaran singkat penanganan balita sakit memakai pendekatan MTBS. Seorang balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS oleh Petugas kesehatan yang telah dilatih. Petugas memakai tool yang disebut Algoritma MTBS (klik disini: bagan MTBS) untuk melakukan penilaian/pemeriksaan dengan cara: menanyakan kepada orang tua/wali, apa saja keluhan-keluhan/masalah anak kemudian memeriksa dengan cara 'lihat dan dengar' atau 'lihat dan raba'. Setelah itu petugas akan mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil tanya-jawab dan pemeriksaan. Berdasarkan hasil klasifikasi, petugas akan menentukan jenis tindakan/pengobatan, misalnya anak dengan klasifikasi Pneumonia Berat atau Penyakit Sangat Berat akan dirujuk ke dokter Puskesmas, anak yang imunisasinya belum lengkap akan dilengkapi, anak dengan masalah gizi akan dirujuk ke ruang konsultasi gizi, dst.


Gambaran tentang begitu sistematis dan terintegrasinya pendekatan MTBS dapat dilihat pada item di bawah ini tentang hal-hal yang diperiksa pada pemeriksaan dengan pendekatan MTBS. Ketika anak sakit datang ke ruang pemeriksaan, petugas kesehatan akan menanyakan kepada orang tua/wali secara berurutan, dimulai dengan memeriksa tanda-tanda bahaya umum seperti:



Apakah anak bisa minum/menyusu?
Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?
Apakah anak menderita kejang?



Kemudian petugas akan melihat/memeriksa apakah anak tampak letargis/tidak sadar?

Setelah itu petugas kesehatan akan menanyakan keluhan utama lain:

Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?
Apakah anak menderita diare?
Apakah anak demam?
Apakah anak mempunyai masalah telinga?
Memeriksa status gizi
Memeriksa anemia
Memeriksa status imunisasi
Memeriksa pemberian vitamin A
Menilai masalah/keluhan-keluhan lain

Berdasarkan hasil penilaian hal-hal tersebut di atas, petugas akan mengklasifikasi keluhan/penyakit anak, setelah itu melakukan langkah-langkah tindakan/pengobatan yang telah ditetapkan dalam penilaian/klasifikasi. Tindakan yang dilakukan antara lain:

Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah
Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah
Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit di rumah, misal aturan penanganan diare di rumah
Memberikan konseling bagi ibu, misal: anjuran pemberian makanan selama anak sakit maupun dalam keadaan sehat
Menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan
dan lain-lain

Selain itu di dalam MTBS terdapat penilaian dan klasifikasi bagi Bayi Muda berusia kurang dari 2 bulan, yang disebut juga Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM). Lihat Bagan MTBM. Penilaian dan klasifikasi bayi muda di dalam MTBM terdiri dari:

Menilai dan mengklasifikasikan untuk kemungkinan penyakit sangat berat atau infeksi bakteri
Menilai dan mengklasifikasikan diare
Memeriksa dan mengklasifikasikan ikterus
Memeriksa dan mengklasifikasikan kemungkinan berat badan rendah dan atau masalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). Yang menarik disini, diuraikan secara terperinci cara mengajari ibu tentang cara meningkatkan produksi ASI, cara menyusui yang baik, mengatasi masalah pemberian ASI secara sistematis dan terperinci, cara merawat tali pusat, menjelaskan kepada ibu tentang jadwal imunisasi pada bayi kurang dari 2 bulan, menasihati ibu cara memberikan cairan tambahan pada waktu bayinya sakit, kapan harus kunjungna ulang, dll.
Memeriksa status penyuntikan vitamin K1 dan imunisasi.
Memeriksa masalah dan keluhan lain